MUDHARABAH
Disusun
untuk memenuhi tugas akhir mata
kuliah
“Fiqh Mu’amalah”
Dosen
pengampu :
Dra. Nurul Hanani M.HI
Disusun
oleh :
Aris Sasminto 9313
062 10
PRODI EKONOMI ISLAM JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
KEDIRI 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dikehidupan ini kita saling membutuhkan untuk bekerjasama,
dan kita ini adalah mahkluk sosial yang tida bisa hidup sendiri , dalam artian
kita pasti butuh orang lain untuk membantu kita, bekerjasama agar terciptanya
keselarasan dan tujuan yang di inginkan.
Di al quran juga disebutkan agar kita bekerjasama , saling
membantu satu sama lain. Di islam di kenal dengan mudharabah , yang intinnya
bekerjasama antara dua pihak ataupun lebih dengan syarat dan ketentuan
tertentu.
B.
Rumusan masalah
- Pengertian Mudharabah?
- Dasar Hukum Mudharabah?
- Rukun dan Syarat Mudharabah?
- Hikmah dan Pembagian Mudharabah?
- Pembatalan Mudharabah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian[1]
Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ضرب ) yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian
memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah, karena
pekerja (mudharib) biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan
bisnis. Sedangkan perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga dharb fil Ardhi (الْأَرْض ضرب فِي ).
Dalam bahasa Iraq (penduduk Iraq) menamakannya mudharabah,
sedangkan penduduk Hijaz menyebutnya qiradh. Qiradh berasal dari kata al-qardhu,
yang berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik
memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungannya.
Mudharabah atau qiradh termasuk dalam kategori syirkah.
Di dalam Al-Quran, kata mudharabah tidak disebutkan secara jelas dengan
istilah mudharabah. Al-Quran hanya menyebutkannya secara musytaq dari
kata dharaba yang terdapat sebanyak 58 kali. Beberapa ulama memberikan
pengertian mudharabah atau qiradh sebagai berikut[2]:
a. Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad
antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan
hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah
ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan
syarat-syarat yang telah ditentukan.
b. Menurut Hanafiyah, mudharabah adalah “Akad syirkah dalam laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain
pemilik jasa”.
c. Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah adalah: ”Akad perwakilan, di mana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada
yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan
perak)”.
d. Imam Hanabilah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: ”Ibarat pemilik harta menyerahakan hartanya
dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari
keuntungan yang diketahui”.
e. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa Mudharabah adalah: ” Akad yang menentukan seseorang menyerahakan
hartanya kepada orang lain untuk ditijarahkan”.
f.
Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi
dan Umairah berpendapat bahwa mudharabah ialah: “Seseorang menyerahkan harta
kepada yang lain untuk ditijarhakan dan keuntungan bersama-sama.”
g.
Al-Bakri Ibn al-Arif Billah
al-Sayyid Muhammad Syata berpendapat bahwa Mudharabah ialah: “Seseorang memberikan masalahnya kepada
yang lain dan di dalmnya diterima penggantian.”
h. Sayyid Sabiq berpendapat, Mudharabah ialah “akad antara dua belah pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan
sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai
dengan perjanjian”.
i. Menurut Imam Taqiyuddin, mudharabah ialah
”Akad keuangan untuk dikelola dikerjakan dengan perdagangan.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa mudharabah adalah
akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama adalah pemilik modal (shahibul maal), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola modal (mudharib), dengan syarat
bahwa hasil keuntungan yang diperoleh akan dibagi untuk kedua belah pihak sesuai
dengan kesepakatan bersama (nisbah yang telah disepakati), namun bila terjadi
kerugian akan ditanggung shahibul maal.
Skema Mudharabah
Modal 100%
Bagi
Hasil + Modal
B. Dasar Hukum
· Dalil Qur’an
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan)
dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak
dari 'Arafat (selesai wuquf), berdzikirlah kepada Allah di Masy'aril Haram dan
berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu;
dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.
[Al-Baqarah
(2): 198]
·
Dalil
Hadist
كَانَ سَيِّدُنَا الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ إِذَا دَفَعَ الْمَالَ
مُضَارَبَة اِشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِ أَنْ لاَ يَسْلُكَ بِهِ بَحْرًا، وَلاَ يَنْزِلَ بِهِ
وَادِيًا، وَلاَ يَشْتَرِيَ بِهِ دَابَّةً ذَاتَ كَبِدٍ رَطْبَةٍ، فَإِنْ فَعَلَ ذَلِكَ ضَمِنَ، فَبَلَغَ شَرْطُهُ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَأَجَازَهُ (رواه
الطبراني فى الأوسط عن ابن عباس).
Artinya
”Adalah Abbas bin Abdul
Muththalib, apabila ia menyerahkan sejumlah harta dalam investasi mudharabah,
maka ia membuat syarat kepada mudharib, agar harta itu tidak dibawa melewati lautan, tidak menuruni
lembah dan tidak dibelikan kepada binatang, Jika mudharib melanggar syarat-syarat tersebut,
maka ia bertanggung jawab menanggung risiko. Syarat-syarat yang diajukan Abbas
tersebut sampai kepada Rasulullah Saw, lalu Rasul membenarkannya”.(HR ath_Thabrani). Hadist
ini menjelaskan praktek mudharabah muqayyadah.[3]
Di
samping dalil Qur’an dan dalil Hadist di atas, para ulama juga berlandaskan
pada praktik mudharabah yang dilakukan sebagian sahabat, sedangkan sahabat lain
tidak membantahnya. Bahkan harta yang dilakukan secara mudharabah itu di zaman
mereka kebanyakan adalah harta anak yatim. Oleh sebab itu berdasarkan dalil
Qur’an, Hadist, dan praktik para sahabat, para ulama fiqih menetapkan bahwa
akad mudharabah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya maka hukumnya adalah
boleh.
C. Rukun dan Syarat[4]
Rukun
dan syarat-syarat sah mudharabah adalah sebagai berikut:
Ø Adanya
dua pelaku atau lebih, yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib).
Kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharruf
atau cakap hukum, maka dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila,
dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan.
Ø Modal
atau harta pokok (mal), syarat-syaratnya yakni:
· Berbentuk uang
Mayoritas ulama berpendapat bahwa modal harus berupa
uang dan tidak boleh barang. Mudharabah dengan barang dapat menimbulkan
kesamaran, karena barang pada umumnya bersifat fluktuatif. Apabila barang itu
bersifat tidak fluktuatif seperti berbentuk emas atau perak batangan (tabar),
para ulama berbeda pendapat. Imam malik dalam hal ini tidak tegas melarang atau
membolehkan. Namun para ulama mazhab Hanafi membolehkannya dan nilai barang
yang dijadikan setoran modal harus disepakati pada saat akad oleh mudharib dan
shahibul mal.
Contohnya, seorang memiliki sebuah mobil yang akan
diserahkan kepada mudharib (pengelola modal). Ketika akad kerja sama tersebut
disepakati, maka mobal tersebut wajib ditentukan nilai mata uang saat itu,
misalnya Rp90.000.000, maka modal mudharabah tersebut adalah Rp90.000.000.
· Jelas jumlah dan jenisnya
Jumlah modal harus diketahui dengan jelas agar dapat
dibedakan antara modal yang diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari
perdagangan tersebut yang akan dibagikan kepada dua belah pihak sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati.
· Tunai
Hutang tidak dapat dijadikan modal mudharabah. Tanpa
adanya setoran modal, berarti shahibul mal tidak memberikan kontribusi apapun
padahal mudharib telah bekerja. Para ulama syafi’i dan Maliki melarang hal itu
karena merusak sahnya akad. Selain itu hal ini bisa membuka pintu perbuatan
riba, yaitu memberi tangguh kepada si berhutang yang belum mampu membayar
hutangnya dengan kompensasi si berpiutang mendapatkan imbalan tertentu. Dalam
hal ini para ulama fiqih tidak berbeda pendapat.
· Modal diserahkan sepenuhnya kepada pengelola secara langsung
Apabila tidak diserahkan kepada mudharib secara
langsung dan tidak diserahkan sepenuhnya (berangsur-angsur) dikhawatirkan akan
terjadi kerusakan pada modal, yaitu penundaan yang dapat mengganggu waktu mulai
bekerja dan akibat yang lebih jauh mengurangi kerjanya secara maksimal. Apabila
modal itu tetap dipegang sebagiannya oleh pemilik modal, dalam artian tidak
diserahkan sepenuhnya, maka menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi’iyah,
akad mudharabah tidak sah. Sedangkan ulama Hanabilah menyatakan boleh saja
sebagian modal itu berada di tangan pemilik modal, asal tidak mengganggu
kelancaran usahanya.
· Proporsi jelas. Keuntungan yang akan
menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas persentasenya, seperti 60% : 40%, 50% : 50% dan sebagainya menurut kesepakatan
bersama.
· Keuntungan harus dibagi untuk kedua belah
pihak, yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib).
· Break Even Point (BEP) harus jelas, karena
BEP menggunakan sistem revenue sharing dengan profit sharing berbeda. Revenue
sharing adalah pembagian keuntungan yang dilakukan sebelum dipotong biaya
operasional, sehingga bagi hasil dihitung dari keuntungan kotor/ pendapatan. Sedangkan
profit sharing adalah pembagian keuntungan dilakukan setelah dipotong biaya
operasional, sehingga bagi hasil dihitung dari keuntungan bersih.
· Ijab Qobul. Melafazkan ijab dari pemilik
modal, misalnya aku serahkan uang ini kepadamu untuk dagang jika ada keuntungan
akan dibagi dua dan kabul dari pengelola.
D. Hikmah dan Pembagian Mudharabah[6]
Dilihat
dari transaksi (akad) yang dilakukan oleh shahibul mal dan mudharib,
mudharabah terbagi menjadi :
Ø
Mudharabah Muqayyadah ( Restricted
Investment Account ), yaitu bentuk kerja sama antara dengan syarat-syarat
dan batasan tertentu. Dimana shahibul mal membatasi jenis usaha, waktu atau
tempat usaha. Dalam istilah ekonomi Islam modern, jenis mudharabah ini disebut Restricted
Investment Account. Batasan-batasan tersebut dimaksudkan untuk
menyelamatkan modalnya dari resiko kerugian. Syarat-syarat itu harus dipenuhi
oleh si mudharib. Apabila mudharib melanggar batasan-batasan ini, maka
ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul. Pembatasan pada jenis
mudharabah ini diperselisihkan para ulama mengenai keabsahannya. Namun yang
rajih, pembatasan tersebut berguna dan sama sekali tidak menyelisihi dalil
syar'i, karena hanya sekedar ijtihad dan
dilakukan berdasarkan kesepakatan dan keridhaan kedua belah pihak, sehingga
wajib ditunaikan. Cara pencatatan mudharabah muqayyadah ada dua macam, yakni:
a)
Off Balance Sheet, ketentuan-ketentuannya
yaitu:
1. Bank Syari’ah bertindak sebagai arranger saja dan mendapat fee sebagai arranger
2.
Pencatatan transaksi di bank
syari’ah secara off balance sheet
3.
Bagi hasilnya hanya melibatkan
nasabah investor dan debitur saja
4.
Besar bagi hasil sesuai kesepakatan nasabah investor dan debitur
b)
On Balance Sheet,
ketentuan-ketentuannya yaitu:
1.
Nasabah Investor
mensyarakatkan sasaran pembiayaan
dananya, seperti untuk pertanian
tertentu, properti, atau pertambangan
saja
2.
Pencacatan di bank Syari’ah secara
on balance sheet
3.
Penentuan nisbah bagi hasil atas
kesepakatan bank dan nasabah
Ø
Mudharabah Muthlaqah ( Unrestricted
Investment account ), yaitu bentuk kerja sama antara shahibul mal
dan mudharib tanpa syarat atau tanpa dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam bahasa Inggris, para ahli ekonomi Islam
sering menyebut mudharabah muthlaqah sebagai Unrestricted Investment
Account (URIA). Maka apabila terjadi kerugian dalam bisnis tersebut,
mudharib tidak menanggung resiko atas kerugian. Kerugian sepenuhnya ditanggulangi
shahibul mal.
Ø
Mudharabah Musytarakah, adalah
bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam
kerjasama investasi.
E. Pembatalan Mudharabah
Akad mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara
sebagai berikut:
1. Tidak terpenuhinya salah satu atau
beberapa syarat Mudharabah . Jika
salah satu syarat mudharabah tidak
terpenuhi , sedangkan modal sudah dipegang oleh pengelola dan sudah
diperdagangkan, maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungannya sebagai upah,
karena tindakannya atas izin pemilik modal dan ia melakukan tugas berhak
menerima upah. Jika terdapat keuntungan, maka keuntungan tersebut untuk pemilik
modal. Jika ada kerugian, kerugian tersebut menjadi tanggung jawab pemilik
modal karena pengelola adalah sebagai buruh yang hanya berhak menerima upah dan
tidak bertanggung jawab sesuatu apa pun, kecuali atas kelalaiannya.
2. Pengelola dengan sengaja
meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat
sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan seperti ini
pengelola modal bertanggng jawab jika terjadi kerugian karena dialah penyebab
kerugian.
3. Apabila pelaksana atau pemilik modal
meninggal dunia atau salah seorang pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal.
BAB III
PENUTUP
Ø
Kesimpulan
Pengertian
Kata mudharabah berasal dari kata dharb ( ضرب ) yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian
memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha.
Secara isltilah Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak
pertama adalah pemilik modal (shahibul
maal), sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola modal (mudharib),
dengan syarat bahwa hasil keuntungan yang diperoleh akan dibagi untuk kedua
belah pihak sesuai dengan kesepakatan bersama (nisbah yang telah disepakati),
namun bila terjadi kerugian akan ditanggung shahibul maal.
Dasar Hukum
· Dalil Qur’an [Al-Baqarah (2): 198]
· Dalil hadis (HR ath-Thabrani).
Rukun dan Syarat
· Adanya dua pelaku atau lebih, yaitu investor (pemilik modal) dan
pengelola (mudharib).
· Adanya Modal atau harta pokok (mal).
· Adanya Keuntungan, syarat-syaratnya yang disepakati:
-
Proporsi jelas
- Keuntungan
harus dibagi untuk kedua belah pihak, yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib).
- Ijab Qobul yang jelas.
Hikmah dan
Pembagian Mudharabah
· Mudharabah Muqayyadah ( Restricted Investment Account ), yaitu
bentuk kerja sama antara dengan syarat-syarat dan batasan tertentu. Dimana
shahibul mal membatasi jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Dalam istilah
ekonomi Islam modern, jenis mudharabah ini disebut Restricted Investment
Account. Batasan-batasan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan modalnya
dari resiko kerugian.
·
Mudharabah Muthlaqah ( Unrestricted
Investment account ), yaitu bentuk kerja sama antara shahibul mal
dan mudharib tanpa syarat atau tanpa dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu, dan daerah bisnis.
·
Mudharabah Musytarakah, adalah
bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam
kerjasama investasi.
Pembatalan Mudharabah
· Tidak terpenuhinya salah satu atau
beberapa syarat Mudharabah.
· Pengelola dengan sengaja
meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat
sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad.
· Apabila pelaksana atau pemilik modal
meninggal dunia atau salah seorang pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal.
Daftar Pustaka
Agustianto, Slide Matakuliah Fiqih
Muamalah. PSTTI-UI: 2008
Zulkifli
Sunarto, Panduan Praktis Transaksi
Perbankan Syari’ah. zikrul hakim Rawamangun 2007.
Dimyauddin Djuwaini,(pengantar fiqh mu’amalah),pustaka pelajar,Yogyakarta 2010.
Muhamad. 2000. Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press Yogyakarta
www.mui.or.id di akses pada Rabu 30 Mei 2012
0 komentar:
Posting Komentar